Sunday, March 22, 2015

Menyapa Papua (Bag. 4) - Lembah Baliem Day-3 (Distrik Kurima)

"Mungkin kamu bukan surga.
Tapi jika aku bahagia, mungkin kamu bagiannya.
Maka kita berdua saja
Bermain dengan alam raya..."

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------

7 Februari 2015

Hari ketiga di Lembah Baliem. Wamena masih dingin. Kemana kita hari ini? 

Lembah Baliem bagian selatan tepatnya ke Distrik Kurima dan sekitarnya adalah tujuan kami sekarang. Tempat itulah yang seharusnya kami jelajahi selama empat hari penuh jika saja rencana awal berjalan dengan baik. Ah, mungkin alam semesta sedang menyiapkan konspirasi dalam versi terbaiknya. Nyatanya dengan kegagalan kami mengeksekusi rencana pertama, maka sekarang bukan hanya sisi bagian selatan Lembah Baliem saja yang akan disambangi, tapi semoga bisa ke delapan penjuru mata anginnya. Ya meskipun tentu saja tidak akan bisa lama dan puas karena kami hanya melakukan day trip saja alias pergi pagi pulang sore. 

Trekking sudah dimulai dari dalam kota, haha! Ya, aku, Dame dan Pak Musa bener-bener jalan kaki pagi di tengah kota, dari rumah Indah sampai Pasar Misi atau Wouma, entah berapa kilometer, tapi lumayan jauhlah. Saat melewati Kantor Bupati Jayawijaya, aku dan Dame tertarik pada satu tulisan yang terletak di gerbang Kantor Bupati. Ada kalimat dengan bahasa lokal yang berbunyi seperti ini "Yogotak Hubuluk Motok Hanorogo". Pak Musa menjelaskan bahwa itu adalah bahasa lokal yang artinya Hari esok harus lebih baik dari hari ini. 

Sampai di Pasar Misi, kami menuju angkot yang akan membawa kami ke Kurima. Tapi angkotnya masih kosong, alamat nunggu lama ini :-(

Mama Papua dengan Noken (tas rajut khas Papua) di punggungnya dan bocah kecil di pundaknya

Baru jam 9 pagi lebih, angkot tersebut terisi penuh dan akhirnya berangkat. Aku dan Dame duduk di depan. Pemandangan masih biasa di awal. Tapi makin ke selatan...damn! Makin keren! Cuaca sangat cerah. Bukit-bukit yang menjulang di sebelah kanan dan kiri jalanan bener-bener breathtaking. Dari kejauhan, bisa kami lihat aliran sungai Baliem. Tak salah banyak orang menyebut bahwa sisi selatan adalah tempat yang paling bagus untuk menikmati view lembah Baliem.


Angkutan Umum ke Kurima

Jembatan Pasar Misi

Jalan aspal makin rusak, bahkan angkot ini kadang harus mengeluarkan semua energinya. Di Terminal Holoka, di penghabisan jalanan aspal kami turun. Dulu ada jalan bagus sampai ke distrik atas sana, tapi longsoran besar beberapa tahun lalu menjadikan jalan ini tertutup tak bisa dilewati kendaraan dan belum ada perbaikan hingga sekarang.

Ujung Aspal...Terminal Holoka 

Sekitar 200 meteran lebih kami berjalan di jalan batu berpasir sebelum akhirnya menjumpai sebuah sungai yang berarus sangat deras. Sungai Yetni namanya. Longsoran sungai itu kemudian menembus Sungai Baliem. Yup, tak ada jalan lain ke Roma, mau nggak mau kami harus menyeberangi sungai Yetni untuk bisa melanjutkan perjalanan ini. Ampun, entah grade berapa ini jika dipakai untuk arung jeram!

Kami dipertemukan dengan Son, seorang anak laki-laki yang sedang bermain dengan anjingnya di dekat Sungai Yetni. Son kami mintai tolong untuk bisa menggandengku menyebrang sungai itu, sedangkan Dame bersama Pak Musa. Keselamatan saat menyeberang sungai menjadi fokus utamaku. Fokus keduaku adalah jangan sampai kamera dan hape ini kena atau nyemplung ke air dan bernasib sial seperti saat di Riung Flores dulu! Tapi dengan dimasukkannya kamera dan hape ke dalam dry bag maka akhirnya momen gila menyeberang Sungai Yetni yang arusnya legend ini tak bisa kubadikan :-(

Sungai Yetni, yang menanti untuk diseberangi

Kami selamat sampai seberang Sungai Yetni. Terima kasih, Son! Nah, berhubung Pak Musa juga nggak ngerti-ngerti banget soal daerah Kurima, maka sekalian kami ajak Son untuk menjadi guide dadakan trekking di seputaran Distrik Kurima ini. 

Di seberang sungai Yetni, tampak beberapa tukang ojeg siap menunggu penumpang. Kami gunakan jasa mereka sebagai transportasi naik sampai ke Nalikima.

Kami turun di Pangkalan Ojeg Nalikima. Berjalan sekitar 100 meter maka tampaklah Sungai Baliem berarus deras dan berair coklat di depan kami, sungai landmark-nya Lembah Baliem pastinya. Son mengajak kami menyeberang jembatan yang menggantung di atas sungai itu. Dengan pijakan dari lempengan-lempengan kayu yang sebagian sudah tidak solid bentuknya dan wire sling yang entah sudah berapa lama usianya yang digunakan untuk menggantungkan jembatan itu. Tiap kami pijak, maka jembatan tersebut pasti akan bergoyang. Hmm, berapa ya SWL-nya? Hadeuh! 


Jembatan Gantung Nalikima

"Son, kalau mau lihat Sungai Baliem biar kelihatan pemandangan sungai yang berkelak-kelok, dimana tempat lihatnya yang bagus?" tanyaku setelah sampai di seberang. 

"Kita jalan ke sana, lalu naik kakak, masih jauh" jelas Son

Berjalan menyusuri Sungai Baliem dan mendaki bukit. Sungai Baliem tampak seperti liukan ular raksasa yang membelah lembah yang diapit oleh pegunungan tinggi nan hijau. Wow, mata lahir dan mata batin ini benar-benar termanjakan! Sungai Baliem ini membelah wilayah tengah Papua. Entah berapa panjangnya sungai itu. Menurut informasi yang kubaca, air Sungai Baliem bersumber dari bagian utara pegunungan Trikora dan berhilir sampai Laut Arafura. Eh, secara geografis ternyata sekarang ini kami bukan berada di Kabupaten Jayawijaya lagi karena daerah ini termasuk wilayah Kabupaten Yahukimo! 


Dan Sungai Baliem-pun meliuk, membelah lembah. 

Cukup sembunyikan aku di balik bukitmu, maka akan kutulis puisi sepanjang hari...

Son berjalan paling depan. Bocah dari Kampung Holoka ini sesekali menceritakan beberapa kisah yang terjadi di daerah yang kami lewati. Salah satunya, saat kami melewati bibir Sungai Baliem, dia bercerita bahwa pernah ada seorang perempuan yang nekad bunuh diri terjun ke Sungai Baliem tepat di tempat itu. Dia bercerita dengan bahasa lokal dengan Pak Musa, lalu Pak Musa menerjemahkannya ke Bahasa Indonesia agar aku dan Dame mengerti. Son sebenarnya bisa berbahasa Indonesia, nyatanya saat kami bertanya apakah dia masih sekolah, dia menjawab sudah putus sekolah sejak kelas empat SD dan sekarang membantu ayahnya di kebun. "Itu kebun ayah saya", kata Son sambil menunjuk sebuah titik dari kejauhan.

Son, Sang Putra Holoka....

Mungkin dari sinilah akan lahir generasi penerus Boaz Salosa & Titus Bonai :-)

Rumah Honai, permisi...

Kami telah berjalan jauh. Naik bukit, menyusur Sungai Baliem, melewati beberapa kampung kecil dan nanti akan berujung di jembatan kuning Sogokmo. Keindahan tempat ini tak terperi! Memang tak ada surga di bumi, tapi di sini mungkin ada kepingan-kepingan surga yang telah dibiarkan Tuhan untuk jatuh beberapa...

Beberapa kali kami berjumpa dengan penduduk kampung. Ucapan selamat pagi atau siang selalu terucap dari mereka sambil menjabat tangan kami tentunya. Kondisi geografis yang berupa bukit-bukit seperti ini, membuat penduduk tua-muda terbiasa jalan kaki naik-turun tanpa lelah bahkan kadang tanpa beralas kaki. Melihat para Mama Papua yang nggembol bawaan berat menggunakan noken-nya, ah betapa luar biasanya mereka!

Di tengah perjalanan, aku dan Dame spontan teriak ketika dari kejauhan kami melihat Sungai Yetni itu. Iya, sungai yang menyeberangnya saja serasa mempertaruhkan nyawa ;p

Longsoran Sungai Yetni yang bermuara ke Sungai Baliem

Kalap mataku bahkan saat melihat rerumputan sekalipun

Loncat lagi, Kakak Dame!

Sesekali kami istirahat di beberapa titik. Meluruskan kaki atau sekedar menikmati pemandangan indah di depan, lebih lama lagi.

Anak-anak itu bermain, ceria di tengah alam Papua

Sekitar jam 2 siang waktu lembah Baliem, saat kami tiba di jembatan gantung kuning Sogokmo. Jembatan ini kondisinya lebih parah dibanding jembatan gantung Nalikima yang kami lewati  saat awal trekking tadi. Sumpah parah banget! Lempengan kayu pijakan yang lapuk bahkan banyak yang sudah hilang, wire sling yang kelihatan sudah lelah menanggung beban dan usia dan jembatan ini langsung bergoyang patah-patah plus goyang dumang saat kami lewati. Sementara Sungai Baliem di bawah sana, arusnya makin menggila dan siap meluluh lantakkan apa saja yang dilewatinya. Hohoho! Hadeuh, Bismillah, semoga semua selamat sampai seberang sana.



Jembatan Gantung Kuning Sogokmo 

Bergulunglah engkau, mengejar apa saja di depanmu. Tapi saat angin lembut melandai, tenanglah

Berakhirlah acara trekking hari ini di sisi selatan lembah Baliem. Kami menunggu angkot di pinggir jalan (terminal Zipur) yang akan membawa kami pulang ke kota Wamena. Lelah, tapi terbayar oleh apa yang kami dapatkan hari ini, bahkan lebih! Gila, hanya day trip saja, tempat ini sudah bikin aku jatuh cinta. Coba kalau bisa lebih lama, bisa-bisa aku nggak mau pulang ke Jawa! Haha!

Kisah selanjutnya di Lembah Baliem Day-4 (Liburan Keluarga)

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Budget :
1. Angkot Pasar Misi - Terminal Holoka  = Rp. 25.000/orang
2. Ojeg Sungai Yetni - Pangkalan Nalikima = Rp. 10.000/orang
3. Angkot Pertigaan Zipur Sogokmo - Pasar Misi/Wamena = Rp. 25.000/orang

No comments:

Post a Comment